Kebebasan beragama adalah suatu hak yang paling hakiki yang dimiliki oleh manusia. Di Indonesia sendiri pun, kebebasan beragama pun dilindungi oleh pasal 29 UUD 1945. Oleh karena itu, tidak ada satupun yang berhak mengatur hak untuk beragama seseorang kecuali orang yang bersangkutan. Di Indonesia sendiri ada lima agama yang diakui. Islam, katolik, protestan, hindu dan budha. Dan untuk masyarakat muslimnya sendiri, 25 persen dari penduduk muslim dunia adalah di Indonesia. Sudah sepantasnya Jakarta Fashion Week merangkul para pecinta mode busana muslimah. Karena ini merupakan ladang besar yang sangat sangat disayangkan untuk disia - siakan. Bahkan hal ini bisa menjadi sebuah ciri khas yang menonjol bagi perkembangan mode di negeri ini. Terbukti dengan Indonesia menjadi kiblat bagi tren busana muslim dunia. Tapi ini bukan berarti ajakan untuk mengikrarkan diri untuk menjadi penyeru suara busana muslimah. Dan pernyataan barusan tadi juga SAMA SEKALI BUKAN menyalahkan atau menganggap hal itu keliru. Tapi lebih ke pernyataan bahwa busana muslim merupakan bagian dari mode di Indonesia, dan sudah sewajarnya bila ada karya dan koleksi busana muslimah disini.
Busana muslim sendiri dalam budaya yang berbeda beda di negara lain memiliki arti dan filosofinya sendiri sendiri. Seperti busana muslim arab dengan niqab dan burqanya. Lain lagi dengan busana muslim yang ada di Indonesia yang banyak mengenakan kerudung, berego untuk kepraktisan. Hal ini tergantung situasi dan konteks yang dihadapi oleh si pemakai. Tetapi saya yakin, pengenaan busana muslim itu tujuannya adalah untuk menutup aurat. Tidak hanya itu saja, cuaca dan iklim pun juga mempengaruhi. Itulah sebabnya mengapa pakaian di arab longgar, ya apalagi kalau bukan untuk menyesuaikan dengan kelembaban dan temperatur disana selain dari budaya dan filosofinya sendiri. Perbedaan budaya dalam hal ini menjadikan tampilan busana muslim tadi dapat dengan mudah diidentifikasi. Sebagai contoh, ada orang mengatakan "oh itu muslim arab". Karena ia melihat seorang wanita memakai cadar. Salah satu dari beberapa stereotipe yang telah mengakar di masyarakat. Dan dari sinilah peluang untuk perkembangan mode busana muslim di Indonesia. Apalagi masyarakat muslim Indonesia jumlahnya terbanyak di dunia. Tradisi agama harus tetap dilakukan, suka atau tidak suka tradisi itu tetap ada. Hanya saja, kita bisa membuatnya "menyenangkan" dengan cara kita sendiri, tetapi tetap sesuai dengan kaidah ajaran yang sudah ada. Dalam merangkul masyarakat pecinta mode busana muslim, Jakarta Fashion Week sendiri kali ini menampilkan desainer anggota Asosiasi Pengusaha dan Perancang Mode Indonesia (APPMI) yang terdiri dari desainer busana muslim . Dalam shownya, para desainer kembali menginterpretasikan sudut pandang mereka mengenai busana muslim dan mencampurnya dengan kreativitas dan sentuhan budaya. Karena Jakarta Fashion Week ini adalah wadah dialog antara desainer, konsumen dan media, hal tadi dapat menjadi sesuatu hal yang bisa jadi baru dan segar. Konsumen diajak untuk memasuki dunia imajinasi para desainer dan diajak untuk mencoba memahami interpetasi mereka. Dengan filosofi desain masing masing, hal ini dapat menjadi keanekaragaman dan variasi sehingga dapat menjangkau selera masyarakat lebih dalam akan busana muslim yang stylish, indah tetapi tetap mengedepankan kaidah agama. Irna Mutiara, Najua Yanti, Nuniek Muwardi, Hannie Hananto, Yuyuk Nurmaisah dan Dian Pelangi adalah desainer yang melakukan show nya saat itu untuk busana muslim.
Selain busana muslim, Sunsilk sebagai pihak yang ikut berpartisipasi penuh dalam Jakarta Fashion Week 2010 juga mempersembahkan Sunsilk Walk of Creations. Show ini akan menampilkan 7 desainer muda lulusan Lomba perancang Mode (LPM) diantaranya adalah Albert Yanuar, Bethania Agustha, Danny Satriadi, Hian Tjen, Imelda Kartini, Kursien Karzai, dan Yunita Kosasih. Seperti yang kita ketahui, rambut adalah mahkota bagi wanita. Dan rambut merupakan bagian yang penting pula untuk keperluan fashion show atau bahkan diberbagai kesempatan yang lain. Sunsilk kali ini dalam partisipasinya terhadap dunia mode Indonesia bekerja sama dengan 7 lulusan Lomba Perancang Mode tadi sesuai dengan kerjasama yang dilakukan oleh Sunsilk dengan 7 pakar dunia di bidang perawatan rambut. Hasil kerjasama dengan 7 pakar perawatan rambut itu menghasilkan 7 varian produk perawatan rambut yang semakin memenuhi kebutuhan konsumen akan perawatan rambut yang semakin dalam. Dan dalam fashion shownya sendiri Sunsilk akan menampilkan berbagai tatanan rambut yang dipadukan sesuai dengan koleksi para perancangnya.
Melihat dari fashion shownya sendiri, Sunsilk Walk of Creations ini memang penuh warna dan berani dalam desain koleksinya, selain dari tatanan rambut yang memang ditampilkan dari kerjasama Sunsilk itu sendiri. Sebagai calon desainer, saya sendiri mengerti bagaimana arti dari sebuah metamorfosis (walaupun bukan desainer fashion ya). Saya sendiri beranggapan bahwa tidak ada yang salah dalam sebuah desain itu. Dalam tahap awal, pasti karya kita akan penuh dengan ego dan keinginan pribadi untuk ini itu. Sehingga yang muncul adalah berbagai macam 'teknik ambil sana sini'.
Melalui sebuah proses, lama kelamaan 'teknik ambil sana sini' itu akan berubah menjadi ciri khas. Dan ciri khas itu akan muncul seiring dari pemahaman sang desainer sendiri mengenai kaitannya dengan pasar, marketing dan kemampuan diri sendiri setelah ia mengalami dan terjun langsung ke dunia yang berkaitan. Yang diperlukan hanya lah keberanian dan pemikiran out of the box. Dan kreativitas mereka disini dipengaruhi adalah keterbatasan. Batas batas itu akan dirasa perlu dan akan dilaksanakan bila sang desainer sudah mengalami dan memahami apa kekurangannya atau mungkin action yang harus dipenuhi menuju tujuannya sendiri dan kaitannya dengan pasar. Daya tariknya dari desainer muda ini biasanya dari inovasi, penemuan baru dan eksplorasi ide mereka. Terkadang saya sendiri aja engga bisa dengerin kata kata orang tentang ga boleh ini ga boleh itu sebelum ngerasain sendiri dimana kekurangannya. Dan saya sendiri yang akan membuat batasannya sendiri. Dalam hal Sunsilk Walk of Creations ini, tampak beberapa dari koleksi beberapa desainer yang berani dan mulai memainkan kreativitas mereka dalam menampilkan koleksinya. Albert Yanuar dengan temanya Bardot yang mengambil konsep artis yang juga aktivis hewan prancis Bridgette Bardot. Albert menampilkan busana strapless dengan dominasi warna hitam dan warna mocca yang elegan dan berkesan genit.
Sementara Bethania Agustha dalam temanya pieces of Picasso menampilkan koleksi dalam penginterpretasiannya mengenai sang maestro lukis tersebut. Memang agak abstrak dalam tampilan busana dan komposisinya. Dan disinilah bentuk keberaniannya dalam bereksperimen. Tampilan busana yang modern, edgy, seksi dan berani. Tema Mizuhiki oleh Hian Tjen mewarnai show ini selanjutnya. Mizuhiki adalah seni jepang dalam membuat ikatan rambut untuk para samurai dan dalam budaya modernnya digunakan sebagai perhiasan dan alat dekorasi. Hian Tjen menampilkan interpretasinya mengenao Mizuhiki disini. Dan hasilnya gaun malam dengan hiasan ala mizuhiki yang elegan.
Para desainer muda juga mendapat tempat di acara Cleo Fashion Awards. Hal ini terbukti dengan begitu penuhnya fashion tent Jakarta Fashion week oleh para undangan. Cleo Fashion awards adalah bentuk apresiasi media dan konsumen dari majalah Cleo kepada desainer, dan brand fashion yang telah maral melintan mewarnai fashion Indonesia. Dalam hal pemberian award sendiri, Cleo Fashion Award ini didasarkan pada pemilih oleh pembacanya (reader's choice award) dan pemilihan oleh redaksi sendiri.
Di Indonesia sendiri, pemilihan double point of view ini bukanlah sesuatu yang asing. Hal ini juga ditemukan serupa pada kontes kecantikan dimana ada kontestan favorit dan kontestan pemenang utama. Saya sendiri sangat mengapresiasi Cleo Fashion Award ini, dengan adanya acara ini, dapat membuktikan bahwa desainer muda dan brand lokal dihargai dinegeri sendiri. Dan para desainer muda dan brand lokal tersebut juga mengeluarkan koleksi yang modern dan betul betul mengikuti kebutuhan pasar anak muda yang kontemporer.
Walaupun bukan melulu mengolah kain tradisional disini, tapi daya tariknya adalah koleksinya yang modern, energik dan dinamis. Cleo Fashion award sendiri memang banyak diminati oleh para kawula muda untuk shownya. Sepertinya mereka benar benar penasaran dengan hasil idealisme menggebu - gebu para desainer muda dan brand lokal yang akan tampil disini. Dalam teknisnya sendiri, nominasi dan pemberian award dilakukan oleh beberapa artis seperti Andien, dan Arifin Putra. Kemudian ada pula perform DJ dan penampilan dari Kikan tanpa mantan band-nya 'Coklat' untuk menghibur para undangan. Dibuka oleh koleksi dari Danjyo Hiyoji. Salah satu desainer muda berbakat ini memang tidak diragukan lagi kemampuannya dalam desain yang baru. Tampak diantara wedges dengan tampilan menyerupai hak stiletto dan wedges. walaupun sebenarnya itu adalah wedges. Danjyo hiyoji memang mendesain koleksinya untuk menarik secara visual dan memunculkan tanda tanya dan rasa penasaran.
Koleksi desainer muda dan brand lokal lain yang menghiasi Cleo Fashion award ini adalah Resida Irmine, Dina Vahada, Astrid, Cotton ink, Noonio dan Twentyforteen. Kemudian untuk kategori puncak sendiri Cleo Fashion Awards memilih Cotton ink sebagai Most innovative Local Brand dan Dina Vahada sebagai Most Talented Young Designer.
Bila ada kata kata yang muda yang berbicara, tampaknya hal ini cocok untuk mendeskripsikan dua show diatas, sementara perangkulan konsumen pencinta mode busana muslim juga menjadi pemenuhan kebutuhan yang semakin dalam. Dengan banyaknya variasi ini, mudah mudahan dapat memenuhi kebutuhan pencinta mode dan menggerakkan minat mereka untuk menggunakan produk dalam negeri. Siapa lagi kalo bukan warga negaranya sendiri?
No comments:
Post a Comment