Friday, November 12, 2010

Trendsetter dan inspirator: Jakarta Fashion Week 2010

Tren adalah sesuatu yang pada pengimplentasiannya digunakan oleh banyak orang entah karena menyukai atau mungkin sekedar ikut - ikutan. Di Indonesia sendiri tren masih banyak dipengaruhi oleh budaya luar, namun dalam kenyataannya banyak tren yang diciptakan oleh budaya Indonesia sendiri.

adalah arah kemana suatu sistem bergerak dan pindah, dengan kata lain tren adalah sesuatu yang akan membuat banyak orang mengikuti. Terkadang, tren sendiri berkaitan dengan inovasi. Sementara inovasi pun dalam perkembangannya akan tergantung pada kultur dan budaya inovasi itu akan diterapkan. Tren disini pada kenyataannya akan membuat orang sadar atau tidak sadar, mengerti atau tidak mengerti untuk mengikuti। Tetapi! bila orang yang dimaksud adalah orang yang memang hanya bisa ikut ikutan atau terlalu sibuk untuk memikirkan hal yang menurutnya tidak penting seperti ini sehingga secara tidak sadar ia tergabung dalam follower dari pencipta tren. Pertanyaannya adalah, siapakah pencipta tren itu? Pencipta tren (Trendsetter) itu adalah orang yang dalam langkahnya untuk bergaya (dalam dunia fesyen) tidak mengikuti arus tren yang terus mendunia dan besar. Atau bisa disebut sebagai pemilik selera khusus dan tidak pasaran.

Saya sendiri berpandangan kalau, being follower is a normal, then being a trendsetter is an extraordinary. Kenapa? Karena ini adalah salah bentuk bentuk pengaktualisasian diri dari seseorang. Fyi, Pengaktualisasian diri disini maksudnya adalah kebutuhan naluriah manusia untuk melakukan hal yang terbaik dari dirinya. Orang yang seperti ini sejatinya adalah seseorang yang memiliki kepribadian yang otentik, dan dapat menjadi inspirator bagi banyak orang. Saya sendiri masih samar samar dalam memandang siapa trendsetter sesungguhnya. Banyak orang bilang tren itu berasal dari selebrity dan bintang film di red carpet sebuah penghargaan insan perfilman dan musik bergengsi. Padahal, dalam stylingnya sendiri, mereka mempunyai stylist masing masing untuk mendandani mereka untuk tampil seperti apa dihadapan banyak orang nanti.

Sementara itu, sang stylist selebrity tadi dalam penglihatan imanjinasi mereka dipengaruhi oleh variasi rancangan dari macam macam desainer, sang stylist tinggal memilih tentunya. Sementara sang desainer pembuat busana, dalam perancangan koleksinya banyak dipengaruhi pula oleh media. Di dunia luar sendiri, Anna Wintour sebagai petinggi dari media fesyen dunia adalah salah satu orang penentu tren fesyen dunia. Ia yang memilih mana yang akan bisa laku di industri dan mana yang tidak. Sementara itu, darimana Anna wintour bisa mendapatkan inspirasi atas keputusannya untuk menentukan tren seperti apa yang akan terjadi pada dunia fesyen? Pengalaman pribadi, dan tentu saja melihat dari fenomena nyata yang terjadi dikalangan underground dan non-trend atau non-selebrity yang otentik seperti yang saya sebut tadi. Karena disanalah sebetulnya kreativitas mereka dapat menginspirasi. Dengan nama seseorang yang besar entah dia desainer, media, atau selebritis sekalipun, inspirator mereka adalah kedua hal tadi. Ada beberapa pihak siapa yang dianggap sebagai penentu tren, yang pertama adalah media, yang kedua adalah industri (konsumen dan pasar) dan ketiga adalah desainer. Siapa penentu tren ini bergantung pada siapa yang kuat pengaruhnya dalam suatu zona, apakah media, industri dan pasar atau konsumen, atau desainer. Dan faktanya tidak ada seseorang yang benar benar menjadi trensetter. Karena sebenarnya tren adalah sebuah rantai yang berhubungan satu sama lain dan terkadang muncul vakum muncul vakum. Yang ada hanyalah selera seseorang yang tidak biasa, otentik dan yang pasti akan menjadi inspirator.

Sebagai wadah dialog antara desainer, konsumen dan media, Jakarta Fashion Week tentu akan memfasilitasi ketiga pihak tadi untuk mempengaruhi pemikiran mereka masing masing dalam bertindak (Masih belum jelas siapa yang memiliki pengaruh lebih kuat karena mereka masing masing masih memiliki kekuatan yang berbeda untuk mempengaruhi. Dan oleh karena itu, bila hasilnya menjadi sebuah tren, orang orang akan mempercayai mereka yang berhasil membuat tren tersebut sebagai trendsetter) Jadi disini Jakarta Fashion Week sekali lagi seharusnya fungsinya adalah sebagai wadah dialog antara ketiga pihak tadi walaupun sebenarnya banyak yang menganggap bahwa hal ini adalah sebuah penanaman pengaruh salah satu pihak tadi, dalam kata lain tempat untuk bermacam macam hal yang bisa diikuti gayanya. Ini tidak menyalahkan, hanya saja ini adalah penggambaran dari sebuah proses. Pasti lambat laun seiring berjalannya waktu dan berkembang, sistem yang ada akan menuju kearah yang serba kuat pengaruhnya masing masing tadi.

Sementara bila memandang dari sudut pandang saya sendiri, di Jakarta Fashion Week sendiri dalam shownya yang bertema Precious Indonesia, menampilkan koleksi dari 10 desainer anggota Ikatan Perancang Mode Indonesia (IPMI). Yang menarik perhatian adalah karya Adesagi Kirana dengan judul Despololita. Menampilkan material lace bertekstur dengan warna berani dan komposisi yang sedap dipandang sehingga mengesankan sifat dinamis, berani tetapi tetap anggun. Sama halnya dengan koleksi Kanaya Tabitha. Dengan judul secret Journey, Kanaya menampilkan koleksi dengan bahan ringan yang penuh warna, segar dan santai. Seperti mengisahkan sebuah perjalanan rahasia yang penuh warna, sesuai denga judulnya. Dan Era soekamto dengan judul Union of Galaxies. Era sendiri menampilkan gaya retro dengan sedikit sentuhan budaya sehingga mengesankan koleksi casual modern dengan sedikit sentuhan etnik.




Sementara hubungan dengan tren adalah show JFW Fashion Council LPM Graduates: The StyleMakers. Bermula dari Lomba perancang mode yang dipekenalkan tahun 1979 hingga sekarang, lomba perancang mode sendiri telah menghasilkan desainer desainer baru yang karyanya digemari oleh banyak orang. Karya mereka pun tidak hanya digemari, tapi juga mempengaruhi gaya masyarakat Indonesia. Hampir 70% desainer Indonesia adalah lulusan lomba perancang mode. Sementara JFW Fashion Council sendiri yang anggotanya terdiri dari pemimpin redaksi dan redaktur mode dari media ternama Indonesia ini adalah penentu siapa desainer yang bisa ikut berpartisipasi dan menampilkan koleksinya di Jakarta Fashion Week. Hal ini jelas bukan tanggung jawab yang ringan, mengingat hal ini menyangkut perkembangan mode di tanah air. Sangat disayangkan apabila citra sebuah institusi penghasil desainer baru yang karyanya digemari oleh banyak orang mengalami penurunan kualitas. Sudah seharusnya bila dalam ajang "pencarian bakat" ini media mementori mereka agar dapat berkembang dan tumbuh di dunia mode negeri ini. Sehingga dalam praktek nyatanya mereka bukanlah salah seorang yang datang lalu pergi begitu saja di dunia mode. Dan dalam prakteknya sendiri pula Lomba Perancang Mode ini memiliki banyak desainer yang tetap konsisten di dunia mode Indonesia melintasi waktu dan zaman yang berbeda. Dan tujuh desainer yang ditampilkan antara lain Chossy Latu (LPM 1979), Itang Yunasz (LPM 1981), Carmanita (LPM 1987), Denny Wirawan (LPM 1993), Andreas Odang (LPM 2005), Billy Tjong (LPM 2005), dan Eny Ming (LPM 2007).

Yang menarik perhatian adalah karya Denny wirawan yang menampilkan koleksi dengan konsep Cross culture. Dengan mengangkat tenun dari NTB dan NTT dengan penuh detail dan motif yang kuat. Hadir pula aksesoris yang bernuansa tibet, afrika dan maroko. Kemudian adalah koleksi Billy Tjong, Lulusan LPM 2005 ini memikat dengan koleksinya mengenai alam Indonesia dengan kehidupan modernnya. Hasilnya, koleksi dengan warna cerah dan bahan ringan melambai yang cantik dan elegan. Dan yang tidak kalah menarik perhatian adalah koleksi Eny Ming. Dengan koleksi bertema two sides, Eny menampilkan warna abu abu hingga keemasan. Dan pada saat show, model mendemokan tas yang dijinjing oleh para model, dibuka dan dipakaikan ke badan untuk menjadi sebuah rompi dan jaket pendek. Sebuah konsep multifungsi yang menarik.










Budaya tidak melulu mengikut, tampaknya harus lebih direalisasikan. Karena dengan cara itu, kita akan menjadi konsumen yang pintar dan tidak mudah terbawa arus. Hal ini bukanlah sesuatu yang memikirkan diri sendiri semata, tapi juga impactnya akan mempengaruhi para desainer untuk terus meningkatkan kualitas karyanya selain dari respek dengan karya mereka.

No comments:

Post a Comment