Monday, November 08, 2010

Styling Modernity, langkah awal menuju eksistensi

Selain budaya dari suatu bangsa yang harus dilestarikan oleh masyarakatnya sendiri, ada pula suatu ketakutan oleh anak bangsa itu sendiri apabila ia berkarya. Suatu ketakutan yang mungkin dalam bentuk sebuah pertanyaan yang wajar. "Berhasilkah karya saya diapresiasi oleh masyarakat?" dan "siapakah yang kira kira akan menghargai karya saya?". Sebelum pertanyaan itu muncul pastilah terlebih dahulu muncul keinginan dan ide mengenai sesuatu yang bisa dihargai oleh masyarakat di negerinya sendiri. Ya, dimulai dari pemikiran seperti itu bisa jadi sebuah awal yang bagus. Tetapi, bila sudah menjalankan, konsisten itu tetap harus dipegang teguh. Bila tidak, jangan harap tujuan atau keinginan mengenai karya yang akan dihargai oleh masyarakat di negeri sendiri itu menjadi sebuah karya yang mendarah-daging. Atau bisa diibaratkan seperti lampu pijar baru, ketika diawal ia bersinar terang, dan lama kelamaan sinarnya akan meredup.

Sebuah awal yang baik, ketika anak negeri berkarya dan mulai menunjukkan taringnya. Ya, suatu hal yang tidak lucu kalo suatu budaya di sebuah negeri justru didominasi oleh intervensi dari luar. Dan terlintaskah dipikiran kalian "dimana maknanya kemerdekaan?". Pejuang pejuang kemerdekaan puluhan tahun lalu berusaha untuk menarik kembali kemerdekaan negeri ini dengan susah payah. Sekarang ketika kemerdekaan itu telah berada di tangan kita, kemudian apakah kemerdekaan ini dalam praktekknya terlaksana? Saya engga bisa men-judge disini. Saya secara pribadi lebih suka melihat sendiri kenyataannya. Kenyataan itu bisa "berbicara" kok tanpa harus ditanya. Sebagai wadah yang memfasilitasi karya anak negeri di dunia fesyen, Jakarta Fashion Week 2010 akan menjawab pertanyaan itu semua. Walaupun dalam proses, semua ini akan terlihat hasilnya seiring waktu berjalan. Proses ini penting, seperti kata kata burung (celetukan) "cepat terkenal, cepat pula pudarnya". Yah, itu pandangan pribadi saya sebenernya, tetapi saya rasa itu adalah suatu yang benar adanya. Konsisten adalah solusinya.

Dimulai dari action karya anak negeri, Grazia Glitz and Glam dengan tema Celebrity meets Fashion. Label Damn! I Love Indonesia milik Daniel Mananta adalah sebuah gebrakan patriotis yang mengikuti zaman. Saya selalu suka kata kata itu. Koleksi label ini terinspirasi dari kepulauan Indonesia yang kaya akan keanekaragaman dan ditampilkan dalam tampilan kasual yang sporty dan berkesan energik (sebuah penginterpretasian bagaimana karakter pemuda pemudi seharusnya). Kemudian tidak luput pula prinsip learning by doing seperti yang dilakukan oleh Indah Kalalo. Lama berkecimpung di dunia modelling tentu tidak akan mungkin membuat seleranya akan fesyen tidak berubah. Indah Kalalo bersama Fabiolla mencoba untuk merangkul segmen anak muda dengan gaya busana kasualnya yang berani, ya ini sesuatu yang penting pula mengingat krisis kepercayaan diri masih melekat pada pemuda pemudi negeri ini. Kemudian, "suara seorang istri" yang dilakukan oleh Ina Thomas. Kesuksesan suaminya tidak membiarkan ia berpangku tangan, ia menjalankan hobinya yang sekaligus bisa menjadi pekerjaan untuknya.







Oscar Lawalata dalam penginterpretasiannya tentang masa depan difashion show tunggalnya bertajuk Weaving the Future juga turut serta menunjukkan taringnya. Oscar bekerja sama dengan desainer tekstil asal Inggris Laura Miles untuk mengolah kain Indonesia mejadi sebuah koleksi. Dalam hal ini, Oscar ingin mengubah paradigma bahwa kain tradisional itu tidak hanya sebagai simbol budaya, tetapi juga harus menjadi sesuatu yang dikenakan sehari hari demi kelestariannya. Dan ada sisi mulia yang dilakukan oscar disini, ia mengangkat nilai kain dari NTT. Dimana NTT adalah propinsi yang termiskin di Indonesia, dan berusaha untuk mengangkat namanya dikalangan pecinta mode. Tetapi oscar juga menampilkan tekstil dari garut, dan Jawa barat. Sebuah promosi dan pengangkatan nama budaya yang mulia bukan? Dalam segi teknisnya sendiri dalam kerjasama antara Oscar dan Laura Miles, mereka menggunakan teknologi yang belum bisa dilakukan oleh para pengrajin, tetapi tetap melakukannya pada nilai nilai asalnya tanpa menghilangkan akar filosofinya agar kain tersebut memungkinkan untuk digunakan dalam berbagai konteks (industri). Hal ini mengacu pada tema Jakarta Fashion Week 2010 itu sendiri. Dan Oscar menampilkannya dalam desain ready to wear yang simple dan elegan. Sebuah kondisi yang seharusnya terjadi saat filosofi yang berat akan membuat orang penasaran dengan tampilannya yang justru lebih simpel.


Courtesy: Koleksi Pribadi
Courtesy: Koleksi Pribadi


Demikian pula yang dilakukan oleh Billy Tjong, dengan label Ghetto Vibe nya. Dengan mengangkat tema street fashion dengan suasana hiphop dan graffiti, Billy tjong kali ini ingin menggaet segmen anak muda pria dan wanita dengan desain dan warna koleksi yang beragam. Kedinamisan dan energik sangat terlihat pada koleksi Billy Tjong kali ini.

Courtesy: Koleksi Pribadi


Courtesy: Koleksi Pribadi

Dan satu show yang seru banget shownya adalah Level One. Level One adalah sebuah area lantai satu di sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta yang menghadirkan karya kreatif anak negeri dengan label clothing buatan mereka sendiri. Yang menarik dari koleksi Level one ini adalah, mereka menampilkan sisi casual yang dinamis dan sophisticated. Sekaligus sebagai bentuk pelarian atau lelah terhadap hal yang berat dan sangat filosofis. Dan juga ditampilkan dengan warna warna yang berani dan energik khas anak muda (atau bisa dibilang menantang dan meningkatkan adrenalin). Beberapa label Clothing line yang ikut meramaikan show ini adalah:

- Ichwan Toha
- Saint & Sinner
- Deer
- Ciel
- Kaligula
- Eight
- Naima
- Cocomomo
- House of Jealouxy
- Mimsy
- Venom
- Geulis
- Huntingfields- Monday to Sunday

Courtesy: Koleksi Pribadi
Courtesy: Koleksi Pribadi

(Top Left, Top right to Bottom left: Naima, Bottom right: Monday to sunday)



Courtesy: Koleksi Pribadi

Dan dari semua karya anak negeri ini, mana yang engga layak untuk bersaing? mereka memiliki ciri masing masing kan? Sekarang tinggal menunggu respek dan keingintahuan dari masyarakat tentunya yang akan menjadi hubungan timbal balik yang menguntungkan antara mereka (desainer anak negeri) dan konsumen (penikmat dan pencinta mode). Dimana konsumen puas, dan desainer pun akan terus berusaha mengeksplor kreativitasnya untuk memuaskan para penikmat mode. Dan oleh karena itu, majulah terus desainer Indonesia :D



No comments:

Post a Comment