Sunday, November 07, 2010

Buka Hati dan Respek: Jakarta Fashion Week 2010


Pekan mode Indonesia sudah dimulai. Jakarta Fashion Week 2010, sebuah acara mode terbesar di negeri ini dibuka oleh Bapak Fauzi Bowo selaku gubernur DKI Jakarta, kota yang juga diharapkan menjadi kota mode dunia, sesuai dengan visi acara ini. Merupakan suatu kontradiksi dan ironis mungkin dimana semua pihak tertuju kepada bencana yang seakan tidak ada habisnya, sementara dunia mode sudah tidak sanggup untuk unjuk gigi. Walhasil, suatu muncullah suatu kekhawatiran dan sedikit rasa bersalah. Mengaitkan kedua hal ini terlintas dalam pikiran saya bahwa harus ada kontribusi nyata dari semua yang terlibat pada dunia mode ini. Yang pertama adalah angan angan. Sebagai pelaku industri yang justru mengerti tentang material bahan, serat dan tekstil, adalah suatu kontribusi yang pas, jika para desainer menciptakan suatu pakaian, atau mungkin pelindung untuk korban bencana yang tak kunjung usai ini. Suatu hal yang mulia dan sangat berguna. Mengingat negeri ini adalah daerah yang dilalui oleh sirkum pasifik dan mediterania, antisipasi dan tindakan represif sangat diperlukan. Yang kedua, rasa khawatir yang ternyata berubah menjadi sebuah kekaguman, dimana yang kita harapkan pada event ini adalah respek masyarakat. Dan kita pun ikut berkontribusi dan membantu mereka yang terkena musibah disana. Suatu hal yang mendasar dan cukup emosional. Saat orang bilang "Jika kamu ingin dihargai, maka hargailah orang lain". begitupun dengan respek, ketika kamu ingin orang lain respek denganmu, maka respeklah terhadap orang lain.

Sekali lagi ini bukanlah soal nilai berapa besar, tetapi perasaan empati. Dan empati itu ada. Dalam hal ini, Jakarta Fashion Week sendiri mempunyai program pita peduli, dimana bila pengunjung bertransaksi untuk pita tersebut dalam jumlah nominal tertentu, maka mereka akan memasuki gate peragaan busana melalui pintu VIP dan berkesempatan memenangkan hadiah baju dari para desainer. Dan ada pula program penggalangan dana. Hasil dari kedua program itu akan disumbangkan untuk membantu saudara kita yang tertimpa musibah tadi. Dan ternyata, tidak sedikit yang mengikuti program itu. Bukan hanya pengunjung yang berpartisipasi tetapi juga pencipta mode dan pelaksana event sebagai penggerak. Bahkan untuk hal yang paling sederhana, saat berdoa untuk mereka yang tertimpa musibah sebelum peragaan busana dimulai sekalipun. Hal mendasar ini akan menjadi sebuah harapan dan doa yang justru akan menuntun dan memudahkan jalan kita untuk mencapai tujuan.



Life must be go on, prinsip itu harus tetap dijalankan. Proses pengangkatan nama budaya harus tetap dilakukan. Mengingat hal itu adalah suatu visi yang serius dan harus tetap dipertahankan karena menyangkut sebuah identitas dan nama bangsa dimata dunia dan juga dimata masyarakatnya sendiri. Dalam tema Styling Modernity kali ini, Jakarta Fashion Week 2010 dalam openingnya memberi tajuk " A Tribute To Kebaya". Mengapa kebaya? karena kebaya adalah adalah suatu budaya lintas jaman yang tidak hilang dalam pengimplementasiannya. Dalam pengenaannya saat ini, kebaya sering diinterpretasikan sebagai pakaian formal dan bahkan ada pula yang menginterpretasikannya sebagai pakaian non-formal, oleh karena itu kepopulerannya meningkat. Sebagai warisan budaya yang tetap lestari walau dimakan usia, kebaya memang seharusnya dipertahankan keeksistensiannya.


Dan ini hal ini membuktikan bahwa warisan budaya yang lain dapat pula diimplementasikan dalam kondisi yang sama. Kepopuleran kebaya patut dicontoh untuk itu. Dan kenapa kebaya bisa populer?, pastinya tentu saja karena adanya kreativitas disini. Permainan desain sesuai dengan zaman, tapi tetap dengan filosofi yang sama dan tidak berubah. Kalo kata Carrie Bradshaw (tokoh fiktif favorit saya), 'You have to take the tradition, and decorate it your way'. Hasilnya? sudah dapat kita buktikan dan kita lihat sendiri.




Courtesy: jakartafashionweek.co.id

Courtesy: jakartafashionweek.co.id


Courtesy: Jakartafashionweek.co.id



Berbicara tentang tradisi budaya dan decorate it your way, adalah suatu langkah yang diambil oleh Jakarta Fashion Week 2010 untuk tetap melestarikan budaya tanpa menghilangkan akar budaya itu sendiri. Hal ini merupakan langkah efektif apabila dilaksanakan dengan konsisten dan terencana. Hal ini sekaligus menjadi jawaban atas semua pertanyaan besar tentang pelestarian budaya yang juga menjadi temanya tahun ini "Styling Modernity". Dalam mengembangkan langkah ini, dalam openingnya "A Tribute To Kebaya", Jakarta Fashion Week 2010 menunjukkan hasil interpretasi dari para desainer ternama untuk melukiskan persepsinya tentang kebaya. Adjie Notonegoro, Afif Syakur, Anne Avantie, Ari Seputra, Edward Hutabarat, Ferry Sunarto, Ghea Panggabean, Harry Darsono, Lenny Agustin, Marga Alam, Musa Widyatmojo, Museum Afif Syakur, Priyo Oktaviano, Raden Sirait, Ramli, Suzy Lucon, dan Widhi Budimulia adalah beberapa desainer yang menunjukkan persepsinya pada opening acara Jakarta Fashion Week 2010 ini. Tentunya dalam penginterpretasian ini mereka memiliki persepsi dan minat (karakter dan image) yang berbeda, hal ini akan menjadikan sebuah variasi yang nantinya dapat menjangkau selera yang jarang dan otentik, sehingga memiliki karya yang original dan ciri khas. Dan hal inilah yang akan membuat masyarakat loyal dan pada tujuan akhirnya mereka akan menggunakan dan mencintai budayanya sendiri karena budaya mereka dapat bersaing dan bernilai lebih. So, Which one of them do you like most hey kebaya lovers? :D


No comments:

Post a Comment